Kepedulian Pemuda
Indonesia
Fanny S. Alam. Koordinator Regional Bandung School of Peace Indonesia,
Fellows of IVLP the US. Dept. of State 2020, Australia Awards for Indonesia STA
2021, and Nuffic OKP the Netherlands 2022
Sumpah Pemuda 1928 lahir bukan
tanpa sebab. Ia lahir atas kepedulian para pemuda yang terhimpun dalam Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dari seluruh daerah di Indonesia. Mereka
menghasilkan Kongres Pemuda Kedua, yang dimulai tanggal 27 Oktober 1928 yang
mendiskusikan semangat persatuan dan pemuda, lalu 28 Oktober 1928 membahas
masalah pendidikan, terutama kebangsaan dan keseimbangan pendidikan di sekolah
dan di rumah, serta pendidikan secara demokratis. Lalu, kongres juga
menggarisbawahi pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain kepanduan yang
sejak dini mendidik anak-anak untuk dispilin secara mandiri. Hal-hal tersebut
dibutuhkan untuk mendukung pergerakan nasional yang saat itu sudah menyadari
bahwa kemerdekaan di Indonesia merupakan hal yang tidak dapat ditawar.
Kongres ditutup dan lahirnya
Sumpah Pemuda dengan ikrarnya yang dapat diperdengarkan hingga saat ini. Sumpah
Pemuda ini lahir dari diskusi-diskusi pada kongres, dan pada rapat pertama
tanggal 27 Oktober 1928, Moehammad Jamin mengungkapkan lima hal yang dapat
memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan,
dan kemauan.
Pada masa sekarang, Indonesia
sudah merdeka selama 77 tahun. Berbagai kemajuan telah dicapai oleh Indonesia,
baik di mata sendiri dan internasional. Menjadi tuan rumah G-20 menjadi salah
satu pencapaian penting bagi Indonesia. Dari Indonesia lah dunia akan berusaha
pulih dan bangkit, terutama setelah dihantam pandemi Covid-19 yang ternyata
hingga sekarang masih belum berakhir. Indonesia pun sempat dianggap sebagai model
negara yang berhasil dalam mengantisipasi pandemi dengan baik. G20 sendiri
terdiri dari banyak forum, salah satunya adalah Y20 Indonesia yang merupakan
forum dialog resmi kepemudaan seluruh dunia dengan fokus terhadap empat isu
utama, yaitu ketenagakerjaan, transformasi digital, planet berkelanjutan dan
layak huni, dan keberagaman dan inklusi. Di samping itu, data Badan Pusat
Statistik memperkirakan bahwa 2025 adalah puncak dari bonus demografi yang
selalu dikaitkan dengan sumber daya dalam suatu negara, dan Indonesia sendiri
akan mendapatkannya dengan dominasi pemuda berusia produktif. Hal ini merupakan
sesuatu yang dapat berguna bagi Negara, terkait peran pemuda sebagai tulang
punggung pembangunan.
Tahukah Pemuda Indonesia ?
Bonus demografi yang memprediksikan
bahwa pemuda usia produktif akan lebih mendominasi jumlah penduduk Indonesia
secara keseluruhan dapat dimaknai dengan kemungkinan Indonesia akan jauh lebih
berdaya dengan sumber daya untuk membangun. Terbayang, kelompok pemuda ini akan
mengisi lebih banyak lapangan pekerjaan. Prediksi bonus demografi ini
sebenarnya memperlihatkan kontra karena para pemuda baru memasuki masa
pemulihan setelah dua tahun bergelut dengan pandemi Covid-19. Secara global,
pemuda memasuki masa di mana memperlihatkan resiliensi karena banyaknya
tantangan selama pandemi berlangsung. Banyak pemuda, terutama dari kelompok
rentan, beresiko terpapar tidak hanya Covid-19 itu sendiri, namun diiringi
hal-hal negatif lainnya, seperti kerentanan dipecat dari dunia kerja, tidak dapat
melanjutkan pendidikan, terganggunya kesehatan mental (OECD, 2020). Selanjutnya,
riset dari International Labour Organization (ILO) yang menyasar pada kelompok
muda di Indonesia pada tahun 2021 memperlihatkan kerentanan mereka dalam
mendapatkan pekerjaan atau dipecat dari pekerjaan karena ketidaksiapan dalam
pekerjaan berbasis digital, ditambah penundaan akses terhadap dunia pendidikan.
Jika kita ingin mengaitkan dengan
peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, di mana pada Kongres Pemuda, para
pesertanya mendiskusikan semangat persatuan dan pemuda, pendidikan yang
demokratis sehingga menghadirkan pemuda yang paham pentingnya menjaga persatuan
untuk Indonesia merdeka dan pembangunan selanjutnya, maka mereka juga menghadapi kondisi naiknya perilaku
radikalisme karena selama masa pandemi kelompok terorisme banyak merekrut
kelompok muda secara daring (Amar). Kondisi ini juga memperlihatkan kerentanan
mereka dalam bersikap untuk mempertahankan ideologi persatuan di Indonesia dan
bagaimana mereka terpapar ideologi yang dapat merusak persatuan tersebut. Di
samping itu, Indonesia juga mengalami narasi intoleransi yang signifikan selama
masa pandemi. Terdapat beberapa kasus intoleransi sejumlah 422 tindakan
pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang terjadi di 29
provinsi. Hal ini merupakan dampak dari polarisasi dalam masyarakat, politisasi
COVID-19, pelipatgandaan marjinalisasi kelompok yang terdiskriminasi terutama
perempuan, dan pembatasan/pembatalan kegiatan keagamaan (SETARA, 2020)
Menjadi suatu pertanyaan juga
bagaimana pemuda Indonesia melihat hal-hal di atas?
Kepedulian Pemuda Indonesia
Tidak dapat disangkal bahwa
ketika pemuda Indonesia akan menjadi bagian bonus demografi dalam kunci
populasi Indonesia, mereka tidak hanya ditantang untuk berdaya guna dalam unsur
pembangunan, tetapi juga bagaimana mereka peduli dengan isu-isu sosial di
hadapan mereka. Tidak hanya isu sosial terkait marjinalisasi secara ekonomi,
namun juga terkait dengan kondisi hubungan lintas agama yang berpotensi dapat
mengurangi harmoni persatuan Indonesia, yang seharusnya dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan aktif para pemuda Indonesia.
Pandemi Covid-19 merupakan
gerbang yang menunda serta merusak banyak aspek kehidupan, termasuk bagi
kelompok muda yang terhambat dalam masalah pendidikan, ketenagakerjaan, serta
hubungan sosial yang nantinya keseluruhan terkait dengan kesehatan mental
mereka. Transformasi beberapa aspek tersebut berubah menjadi bentuk
digitalisasi dan hal tersebut memerlukan banyak bentuk penyesuaian agar mereka
dapat bertahan di dalamnya. Untuk mengantisipasi kerentanan tersebut, sebagai
salah satu contohnya adalah inisiasi Ruang Ramah Remaja yang terbentuk atas
dukungan UNFPA untuk memberdayakan kelompok muda keterlibatan dan pemberdayaan
dalam merespon pembangunan jangka panjang serta membentuk resiliensi pada masa
tanggap darurat. Selain itu, transformasi digital memunculkan potensi
e-commerce yang terus meningkat pelakunya di Indonesia, dan pelakunya
didominasi kelompok muda.
Kepedulian kelompok muda dalam merespon
isu intoleransi demi menjaga hubungan lintas agama dan harmoni di Indonesia
lebih baik banyak muncul, bahkan selama masa pandemi hingga sekarang. Banyak
ruang-ruang aman untuk menyuarakan kegelisahan serta melakukan proses advokasi
kepada sesama kelompok muda terkait hal ini. Beberapa komunitas, seperti Sobat
KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), Jaringan kerja Antar Umat Beragama
(JAKATARUB), serta Sekolah Damai Indonesia (SEKODI) membuktikan bahwa
kerja-kerja advokasi terkait toleransi antar agama dan membentuk wadah kerja
sama teman-teman muda untuk mempertahankan harmoni lintas iman terus ada
melalui pertemuan-pertemuan secara digital dan berlangsung hingga sekarang.
Sumpah Pemuda adalah nafas pemuda
Indonesia untuk terus menginspirasi pemuda dalam persatuan, terutama dalam
kondisi yang rentan mengalami perubahan pada masa sekarang. Unsur-unsur
pemersatu, seperti Bahasa Indonesia, konsep tanah air satu, serta nilai
kebangsaan Indonesia, merupakan perekat bagi keberlangsungan bangsa yang seharusnya
terus dihidupkan oleh kelompok muda. Dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, serta
hubungan lintas agama yang terus bertransformasi saat sekarang, tantangan untuk
tetap “mempertahankan” identitas kebangsaan semakin terus muncul. Hal-hal
seperti ini yang seharusnya tetap ada dalam konteks pemikiran pemuda Indonesia,
apalagi dengan usaha mempertahankan resiliensi selepas pandemi, hubungan lintas
agama yang masih mengalami ancaman disharmoni dalam kenyataannya. Seperti
disebutkan dalam bagian sebelumnya ketika Kongres Pemuda menyebutkan pentingnya
nasionalisme dan demokrasi serta pendidikan secara demokratis, maka pendidikan
dalam lingkungan keluarga dan pendidikan sipil formal sekolah merupakan salah
kunci penting bagi pemuda Indonesia saat ini. Kalau bukan mereka yang bergerak
untuk melakukan dan mempertahankannya, bukan mungkin Sumpah Pemuda hanya akan
tinggal simbol yang hanya dirayakan melalui twibbon
bingkai foto, seremoni belaka karena wajib tanpa mengetahui makna dalamnya.