Senin, 18 November 2019

Bandung School of Peace Indonesia collaboration with Global Interfaith Network

Fanny S. Alam, city coordinator for Bandung School of Peace Indonesia has been chosen to be a scholar for the General Meeting of Global Interfaith Network in Columbia. Unfortunately, he could not come to the conference due to some technical issues. With respect to collaborate with Global Interfaith Network, who cares about gender identity and sexual orientation, this video explains Bandung School of Peace Indonesia's movement related to gender identity and sexual orientation issues. This video represents Bandung School of Peace Indonesia at that conference.



Minggu, 03 November 2019

Mengenal Agama Hindu

Sabtu, 28 September 2019, Sekodi Bandung kembali berkumpul dan berdiskusi. Hari itu, kami berkunjung ke Pura Vira Chandra Dharma di dalam kompleks Secapa AD untuk mengenal lebih dalam tentang agama Hindu. Kami disambut oleh Bapak Ketut Wiguna selaku ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia - Kota Bandung, bersama dengan teman-teman muda. Pak Ketut memberikan penjelasan tentang agama Hindu, sekaligus menjawab beberapa mitos dan pertanyaan yang disampaikan oleh teman-teman Sekodi. 

Selama ini beredar anggapan bahwa dalam ajaran Hindu dikenal ada banyak Tuhan, sebenarnya hal ini keliru. Ajaran Hindu hanha mengenal satu Tuhan, yang disebut sebagai Brahman dan memiliki tiga sifat dasar yakni keindahan, kesucian, dan keindahan. Karena kemahaan Tuhan dan karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan manusia untuk memahami-Nya, maka manusia berusaha menggunakan berbagai cara untuk menyembah Tuhan, salah satunya dengan perantaraan para dewa, dan dengan menggunakan benda-benda di sekitar mereka. Pada praktiknya, ritual dan ibadah agama Hindu banyak dipengaruhi dan disesuaikan dengan budaya setempat. Seni dan budaya memberi bentuk pada agama, sehingga setiap simbol yang digunakan sebenarnya memiliki makna mendalam yang membantu kita untuk bertemu dengan Tuhan sendiri.

Perjumpaan dengan Pak Ketut dan teman-teman Hindu hari itu membuat hati saya tergetar karena tersadar bahwa setiap agama memiliki ajaran yang baik dan indah. Esensi dari ajaran tiap agama itu sama, yakni untuk memuji dan memuliakan Tuhan, hanya caranya yang beragam. Ketidaktahuan kita akan cara yang digunakan orang lain seringkali menimbulkan asumsi dan stigma. Dibutuhkan kerendahan hati untuk membuka diri mengenal mereka yang berbeda, dan menemukan kebenaran, kesucian, serta keindahan dari sudut pandang mereka.




(Stella Vania Puspitasari)