Pengantar
Keberagaman di Indonesia sudah bukan menjadi hal
yang perlu diperdebatkan dan sudah menjadi hal yang nyata dalam keseharian.
Dalam ragam suku, Indonesia memiliki 1340 suku bangsa, terbanyak di dunia,
menurut Badan Pusat Statistik dalam survei tahun 2010 yang tinggal di 17.508 pulau. Selain keberagaman dalam suku,
kita semua telah mengetahui bahwa Indonesia memiliki keberagaman agama dan
keyakinan yang telah diakui secara resmi, yaitu Islam, Kristen (Protestan),
Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dan Penghayat Kepercayaan pada Tuhan yang
Maha Esa.
Kehidupan keberagaman beragama dan kepercayaan
sebenarnya telah dijamin Negara, seperti yang disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2
UUD 1945 yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu, selain Pasal 28E Ayat (1), Pasal 28I Ayat (1). Hal ini
sejalan dengan Pasal 18 ayat (1) International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR, 1966) yang juga telah diratifikasi dalam UU no 12 tahun 2005.
Sebagai negara yang telah meratifikasi Kovenan tersebut, Pemerintah wajib
memberikan jaminan kepada warga negaranya untuk secara bebas menentukan agama
atau kepercayaan atas pilihannya sendiri serta menjalankan agama dan kepercayaannya
dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
Permasalahan
Kehidupan keberagaman, terutama dari sisi
keberagamaan dan keberyakinan di Indonesia akhir-akhir ini rentan dengan banyak
tantangan, terutama dengan munculnya perilaku intoleransi dan diskiminasi
terhadap masyarakat beragama yang dianggap minoritas, contohnya dalam konteks
Bandung dan Jawa Barat pada umumnya. Perilaku tersebut terjadi terhadap
kelompok masyarakat Kristen, Ahmadiyah, Syiah. Selain itu, hal ini terjadi
kepada masyarakat Hindu dan juga Penghayat Kepercayaan. Seperti yang kita telah
ketahui, contohnya Bandung telah berhasil membuat beberapa gebrakan, seperti
Kampung Toleransi, gerakan Bandung Rumah Bersama sebagai perwujudan rasa
toleransi terhadap seluruh umat beragama tanpa terkecuali.
Namun, hal ini bukan saja tidak melihat masalah
apa yang pernah muncul dan memberikan suatu catatan terhadap kehidupan
bertoleransi di Bandung dan Jawa Barat. Beberapa kejadian yang masih membekas
adalah dalam konteks Jawa Barat misalnya Kebijakan diskriminatif masih terbit
di beberapa kota dan Kabupaten di Jawa Barat. Di Tasikmalaya, Cianjur,
Kuningan, Bogor, Bekasi dan Bandung, itu masih ada gereja atau rumah ibadah
agama lain yang masih disegel. Terbaru di Garut, ada Surat Edaran Pelarangan
Aktivitas dan Pembangunan Masjid Ahmadiyah.
Bagaimana dengan kondisi yang dialami dengan
masyarakat Hindu, Buddha, serta Penghayat Kepercayaan? Kita mungkin sudah tahu
apa yang dialami oleh masyarakat Penghayat Kepercayaan yang selalu mendapatkan
perilaku diskriminasi, mulai dituduh sesat, tidak beragama, hingga kesulitan
mereka dalam mengakses layanan publik, seperti membuat akte kelahiran,
mendaftar ke sekolah. Atau, bagaimana dengan pemandangan jarangnya pura Hindu
di jalanan di Bandung? Di samping itu, bagaimana dengan pengalaman yang
dihadapi oleh masyarakat Buddha di Bandung atau Jawa Barat? Pernahkah mereka
mengalami tindak diskriminasi dan peminggiran?
Tujuan Acara
Initiatives of Changes (IoFC) Indonesia dengan
programnya, TrustBuilding Program, menginisiasi perjumpaan teman-teman muda
lintas agama beserta lintas lainnya. Tujuannya adalah bagaimana teman-teman
muda dapat membentuk pengertian, respek, serta empati terhadap oerbedaan dan
keberagaman di lingkungan sekitar dan di luarnya. Teman-teman muda merupakan
bagian signifikan dalam pembangunan, terutama dengan yang dicanangkan dalam
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals.
Salah satu rangkaian acara TrustBuilding Program
adalah TrustBuilding Camp, yang baru terselenggara tanggal 29-31 Juli 2022 di
Bandung. Acara ini bertajuk “Heal the Past, Hope for the Future” yang bertujuan
memetakan potensi konflik dan membuka cerita di balik konflik-konflik lintas
agama, terutama Islam dan Kristen. Setelah memetakannya, ditambah dengan
pengalaman pribadi, maka para peserta diharapkan dapat tumbuh dan pulih dari
konflik-konflik tersebut dan menumbuhkan rasa percaya satu sama lain dengan
teman-teman berbeda agama serta berbeda lainnya.
Dalam acara di atas, kami berfokus pada
Islam-Kristen dengan konflik yang cukup mendominasi Bandung dan Jawa Barat pada
umumnya. Untuk berikutnya, kami menyadari ketika berbicara mengenai isu
keberagaman dan perbedaan, maka kami juga perlu melibatkan kelompok agama
lainnya, seperti Hindu, Buddha, Konghucu, Penghayat kepercayaan. Sebagai
tambahan, kita melihat yang lain, seperti Bahai serta Tao. Untuk itulah, kami,
Initiatives of Changes (IoFC) Indonesia beserta Sekolah Damai Indonesia
(SEKODI) Bandung dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB),
berinisiatif untuk mengadakan bentuk Focus Group Discussion sebagai refleksi
sekaligus mengaitkannya dengan hari Kemerdekaan Indonesia ke 77, bagaimana
masyarakat dengan perbedaan agama dan keyakinan seharusnya dapat tinggal dalam
harmoni, tetapi kenyataannya tidak demikian.
Rencana rincian acara adalah sebagai berikut :
Judul : Sudahkah Kita Mencapai Merdeka Dalam Arti
Sesungguhnya?
Target peserta : 5 orang
perwakilan dari Hindu, Buddha, Penghayat Kepercayaan, Konghucu, Tao, dan Bahai.
1 Narasumber untuk Hukum, serta 15 peserta Trust Building Camp.
Tempat : Masjid
Mubarak, Jalan Jl. Pahlawan No.71, Sukaluyu, Kec. Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat 40123
Tanggal dan Waktu : 13 Agustus, 2022, pukul 09.30-14.00 WIB
Penyelenggara : Tim
Fasiltator Baru TrustBuilding (pemilihan siapa yang dapat bertugas akan ditentukan selanjutnya