Tampilkan postingan dengan label terorisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label terorisme. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 April 2019

Langkah Kita di Tengah Terorisme


 

Beberapa waktu lalu, dunia diguncangkan oleh peristiwa penembakan di Masjid Christchurch, Selandia Baru. ‘Label’ teroris yang selama ini disematkan orang kulit putih kepada kaum Muslim seakan-akan dibuktikan ketidakbenarannya, karena pada peristiwa itu, justru kawan-kawan Muslim yang menjadi korban dan orang kulit putih yang menjadi pelaku. Dunia menjadi bingung dan was-was. Apalagi beberapa waktu kemudian terjadi lagi penembakan di Utrecht, Belanda. 

Untuk membahas fenomena terorisme ini, pada hari Sabtu, 23 Maret 2019, Sekolah Damai Indonesia – Bandung mengadakan diskusi dengan Ibu Dina Sulaeman, penulis buku dan peneliti Timur Tengah. Dalam paparannya, Ibu Dina menjelaskan bahwa ada tiga hal yang memunculkan terorisme, yakni ideologi, ketidakadilan dan politik. Ketiga hal ini berkelindan membentuk sebuah sistem yang kompleks. Konsekuensinya, membasmi terorisme tidak bisa hanya berfokus pada satu hal saja, seperti yang selama ini terjadi yakni berfokus pada ideologi saja. Akan tetapi, ketika aspek ketiga yakni politik itu dibahas, resistensi bahkan perlawanan muncul dari pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Ibu Dina, hal semacam inilah yang membuat terorisme menjadi sulit diatasi, karena sesungguhnya terorisme terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan kehendaknya. 

Meski demikian, ada hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah terorisme. Dari diri kita sendiri, caranya adalah dengan menghindari menyematkan label secara otomatis pada kelompok tertentu yang sangat besar. Dalam sebuah kelompok yang memiliki satu ciri identitas yang sama, misalnya agama atau suku tertentu, ada keunikan individual di sana, sehingga ciri identitas itu tidak bisa digeneralisir pada semua orang. Perlu ada keterbukaan dari diri kita sendiri untuk mau mengenal kelompok lain lebih mendalam, karena sesungguhnya bukan perbedaan yang memecah belah, namun anggapan bahwa orang lain adalah liyan yang membuat keberagaman menjadi alasan manusia terkotak-kotak dan terpisah-pisah. 


(Stella Vania Puspitasari)