Rabu, 12 Juli 2023

Apa Kabar Media dan Inklusi?



Oleh : Choirunisa Wanda 

Bandung- Kelas rutinan yang diselenggarakan oleh Sekolah Damai Indonesia (SEKODI) setiap hari Sabtu, pada minggu ini 24 Juni 2023, didampingi pemateri dari Reporter Bandung Bergerak, Emi La Pau. Kegiatan ini bertemakan “Apa Inklusif dari perspektif media dan nilai dasa Sila Bandung”. Berawal dari menjelajahi Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) dan mempelajari sejarah KAA, kemudian dilanjutkan dengan diskusi di halaman Masjid Raya Bandung.

Kurangnya inklusi yang ada di Kota Bandung, membuat kelompok masyarakat yang dianggap minoritas merasa terdiskriminasi karena kurangnya hak yang didengar. Dari hasil penelitian yang ditemukan oleh Konde.co, narasumber utama yang digunakan media berasal dari pihak kepolisian untuk memberitakan kasus kriminalitas seperti yang terkait dengan komunitas “LGBT”. Namun, hanya sedikit media yang mewawancarai korban atau tim advokasi dari komunitas “LGBT”. Kebanyakan media hanya mewawancarai orang di luar ruang lingkup tersebut dan tidak terjun langsung kepada korban. Padahal, kelompok minoritas tersebut juga memiliki hak untuk didengar suaranya. Pada kejadian yang terjadi di lapangan, mereka  ini kurang didengar.




Hasil penelitian dari Konde.co juga melihat bahwa masih banyak diksi dan sudut pandang yang digunakan berkonotasi negatif yang dilakukan oleh media seperti diksi "segolongan sama", "ada belok-beloknya" untuk menggambarkan komunitas gay.

Sebaiknya, media bersifat objektif dan tidak bermaksud untuk memojokkan komunitas tertentu yang mengakibatkan diskriminasi terhadap komunitas tertentu. Dari pihak penulis dan editornya pun sebaiknya lebih meneliti lagi diksi yang digunakan untuk berita yang akan diterbitkan.

Ruang kebebasan untuk berekspresi semakin sempit. Angela Lenes, aktivis transpuan dari Gaya Warna Lentera Indonesia mencontohkan kejadian yang menimpa kelompok transpuan seperti pembakaran transpuan yang hidup di Cilincing dan juga prank yang dilakukan Ferdian kepada kaum transpuan dengan niat memberi dus mie yang isinya batu dan sampah.

Mengutip voaindonesia.com, seorang akitivis perempuan dan LGBTQ, Lini menyebutkan “Mereka dikeluarkan dari sekolah, kampus, tempat kerja, bahkan dari rumah sendiri. Karena pelanggengan sigam-stigma, karena keberadaan mereka tidak diakui. Hal ini pun menyebabkan sebagian kaum transgender mencari nafkah di jalanan.

Sebagian besar media hanya mengangkat isu yang sedang viral saja, atau hiburan gosip semata. Media hendaknya perlu mengolah lagi dampak dari berita yang diberikan kepada masyarakat. Dari pihak media pun bukan hanya mengejar viewers saja, tetapi perlu mempertimbangkan kualitas dari tulisan tersebut. Seperti berita Sahnaz Sahdiqah dan Virgoun yang sedang viral karena selingkuh lebih banyak diangkat daripada berita yang lebih banyak mengandung unsur moralnya.

Diharapkan Kota Bandung semakin inklusif dengan adanya toleransi. Toleransi bukan hanya di dalam ruang lingkup agama, toleransi juga memberikan hak hidup kepada semua orang dengan selayaknya. Karena pada hakikatnya, setiap manusia berhak mendapatkan hak untuk hidup yang sama tanpa adanya halangan apapun dan juga berhak menyuarakan hak dan pendapatnya. Masih banyak tugas besar yang harusvdikerjakan untuk membuat Bandung lebih inklusif.

#wefriends #friendswithoutprejudice #inklusi #media #sekodibandung