Tampilkan postingan dengan label covid19. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label covid19. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 November 2020

ARV dan Pandemi

Sekolah Damai Indonesia,

Sabtu 24 Oktober 2020

 

ARV dan Pandemi

      Pandemi Covid-19 berdampak pada pengobatan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Virus corona menyulitkan ribuan pasien HIV/AIDS untuk mendapatkan obat antiretroviral (ARV).

      Obat antiretroviral harus diminum setiap hari untuk menekan laju virus dalam tubuh dan menjaga daya tahan tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Menurut Kang Adit selaku narasumber dalam diskusi mengenai ARV dan Pandemi menyatakan bahwa Jawa barat merupakan wilayah nomor 3 kasus HIV+ terbanyak di Indonesia dan Kota Bandung merupakan peringkat nomor 1 kasus terbanyak HIV di Jawa Barat.

       Mengkonsumsi dan terapi ARV secara teratur dan tepat waktu harus dilaksanakan oleh ODHA hal tersebut akan berfungsi untuk menekan replikasi virus HIV dalam darah sampai level tidak terdeteksi, target ODHIV dalam terapi ARV adalah mencapai level tidak terdeteksi, ada istilah U=U: Undetectable = Untransmittable, maksud dari tidak terdeteksi yakni virus yang ada dalam tubuh tidak bisa berkembang biak dan tidak menularkan secara seksual, sehingga ODHA dengan terapi ARV bisa memiliki keturunan. Selama menjalani terapi tersebut ODHA mempunyai harapan hidup yang sama dengan orang tanpa HIV dan dapat menekan menularan HIV+ kepada orang lain.

       Ketersediaan ARV selama pandemi Covid-19 sempat mengalami kekosongan dan kesulitan bagi ODHA untuk mendapatkan akses mengkonsumsi ARV, yang menjadi penyebab terhambatnya ARV di Indonesia karena kebanyakan ARV merupakan impor dari India yang saat itu sempat lockdown. Bahkan ada beberapa layanan yang memberikan ARV tidak full satu bulan, jadi di ecer ada yang per 14 hari, 7 hari, dan sempet ada layanan yang hanya bisa memberikan per 3 hari ARV jenis tertentu.

“Sejauh ini Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah tersedia untuk dua ribu pasien aktif. Kondisi selama pandemi, kami memang agak kekurangan stok untuk jumlah ODHIV, apa lagi pada saat PSBB di kota Bandung banyak pasien yang kesulitan mengakses ARV di RSHS, selama PSBB kami mencoba mengirimkan ARV melalui kurir karena keterbatasan akses ke Kota Bandung, selama pandemi ini di Kota Bandung mendapat bantuan dari Elton John Foundation (EJAF) yang memberikan subsidi pengambilan ARV bagi ODHIV yang terdampak COVID-19, yang masih berjalan program bantuan subsidi EJAF - untuk Akses ARV di 3 Rumah sakit yakni RSHS, BUNGSU, dan RSUD Kota Bandung. Ada pula bantuan PAP smear di Klinik Mawar. Untuk daerah lain bantuan dari Global Fund untuk pemeriksaan Viral Load gratis untuk ODHIV baru minum ARV 6 Bulan, 12 bulan, dan pasien lama 1 tahun terakhir”. Pungkas Kang Adit dalam diskusi kami.

 

Biografi Narasumber

Dian Aditya atau sering disapa Kang Adit, adalah seorang Pendukung Sebaya dari LSM Female Plus (sejak Januari 2020) wilayah kerja Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Sekilas Tentang Pendukung Sebaya adalah seseorang yang dapat memberikan infomasi secara benar, sederhana dan jelas serta dapat memberikan dukungan psikososial berdasarkan pengalamannya sebagai orang yang hidup dengan HIV. Sebagian besar dari Pendukung Sebaya merupakan orang yang hidup dengan HIV itu sebabnya dapat menjadi contoh nyata bagi orang yang hidup dengan HIV lainnya.


(Ditulis oleh Annisa Noor Fadilah, anggota Sekolah Damai Indonesia - Bandung. Kegiatan diskusi mingguan ini merupakan bagian dari Divergents Project, singkatan dari Diversity in Gender and Sexuality. Divergents Project disusun oleh Sekolah Damai Indonesia - Bandung, dan didukung oleh United Network of Young Peacebuilders [UNOY], Asian Youth Peace Network, dan Youthink.)

Minggu, 07 Juni 2020

Ular: Kepedulian Lingkungan Hidup dalam COVID-19

Setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia. Pada tahun 2020 kini, hari tersebut dilalui bersamaan dengan masa pandemi yang sudah barang tentu terkait dengan persoalan lingkungan hidup. Sejujurnya isu lingkungan hidup memiliki banyak masalah-masalah yang spesifik di dalamnya. Misalnya problem perubahan iklim, polusi, sampah, taman nasional, cagar alam, bentang alam, hingga merambah mengenai masalah keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Salah satu alasan yang mendorong manusia untuk selalu peduli terhadap lingkungan ialah karena jika suatu lingkungan sakit, maka dapat dimungkinkan manusia di dalamnya juga sakit.

Pada masa pandemi ini, muncul isu yang menyatakan bahwa salah satu penyebar virus Covid-19 yaitu satwa liar. Kelelawar dan ular kerap disebut-sebut sebagai biangnya. Ular selalu menarik untuk diperbincangkan dalam isu pelestarian lingkungan hidup sebagai satwa yang sering mendapatkan label buruk.

Indonesia memiliki 350 spesies ular, fakta ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling kaya dalam keanekaragamannya akan ular. Bandingkan dengan UK yang hanya memiliki 12 spesies ular saja, tidak ada ular yang berbisa dan tidak ada ular yang membelit. Dari 350 spesies tersebut, ular dalam kategori high venom dijumpai 76 spesies. Ada 33 spesies high venom yang hidup di darat, sedangkan 43 spesies lagi hidup di laut.

Beberapa jenis ular sudah tak asing lagi dalam keseharian. Misalnya saja ular albolabri sebagai jenis yang paling banyak menggigit petani. Kemudian ular kobra yang jika dalam posisi menyerang, kepalanya akan tegak dan lehernya akan mengembang. Ular welang dan ular weling yang berkerabat namun berbeda perilaku dan jenis bisanya. Lalu ada ular king kobra yang menghasilkan cairan paling mahal di dunia.

Mendengar kata ular, banyak orang yang lekas menghindar. Ia diidentikkan dengan sifat-sifat buruk, terkesan menyeramkan, dan dekat dengan kejahatan. Bahkan lebih jauh lagi, ular dianggap sebagai hewan berbahaya yang mampu membunuh manusia dengan sekali gigit atau membunuh manusia dengan membelit. Anggapan tersebut ada benernya, namun tak bisa dijadikan alasan untuk mengeneralisasi. Nyatanya ada ular yang memiliki bisa tinggi dan mampu membunuh manusia dalam hitungan menit seperti ular laut. Beberapa orang bahkan menyebutnya dengan julukan ular dua langkah. JIka digigit olehnya, dua langkah kemudian dia yang tergigit akan meninggal. Begitupun dengan ular piton dengan belitannya yang kuat dapat membunuh manusia.

Ketakutan terhadap ular seakan-akan mengizinkan manusia untuk bertindak sesukanya. Banyak ular yang dibunuh karena alasan jijik atau mengganggu. Misalnya saja kasus ular yang masuk ke dalam rumah, yang sering diburu untuk sekedar dimusnahkan. Sebetulnya ular tersebut adalah ular yang tersesat. Ia sedang mencari mangsa atau tempat nyaman untuk menghindar dari habitat yang rusak atau terganggu. Dengan demikian, cara terbaik agar ular tidak masuk ke dalam rumah ialah membuat rumah yang tidak dihuni oleh satwa-satwa santapan ular. Ingat, ular merupakan bagian dari lingkungan yang memiliki peran yang tak kalah penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Kegagalan masyarakat dalam memahami ular tercermin juga dalam perilaku orang-orang yang banyak menjadikan ular sebagai hewan peliharaan. Padahal ular merupakan hewan liar dan tidak pernah dapat menjadi hewan jinak. Kekecauan pemahaman ini bercampur dengan anggapan-anggapan yang tidak berangkat dari pengetahuan ilmiah. Misalnya mengenai ular yang takut dengan garam dan injuk atau empedu ular sebagai sumber vitalitas tubuh. Lalu anggapan tentang ular yang dapat menemukan jalan pulangnya, sehingga jika menemukan ular biasanya langsung dibunuh. Semestinya sikap yang diutamakan yaitu sikap tenang, sebab jika kepanikan yang didahulukan dapat memprovokasi ular sehingga ia akan menyerang.

Secara sederhana ciri-ciri ular yang berbisa dapat diperhatikan lewat bentuk kepalanya, walaupun tidak semua ular berkepala segitiga berbisa. Kemudian perhatikan warnanya, terutama jika ada ular yang berwarna merah, meskipun belum tentu setiap ular yang memiliki warna merah itu berbisa. Terakhir perhatikan juga coraknya, walaupun tidak semua ular belang-belang itu berbisa juga.

Selain masalah di atas, pemerintah juga belum secara maksimal menyokong venom center yang berkualitas baik. Padahal apabila memerhatikan data kasus orang yang terkena gigitan ular cukup banyak. Korban tewas karena gigitan ular per Januari sampai hari ini yang terdaftar oleh Yayasan Sioux Indonesia sekitar 17 orang. Khusus Jawa Barat merupakan provinsi terbanyak dengan korban meninggal karena gigitan ular ini.

Hewan yang banyak dijadikan simbol pengobatan ini malah dijadikan ladang berbisnis tanpa perimbangan konservasi alam, begitupun bahasan tentang ular hanya menyoal hobi semata. Memang berbicara tentang hidup damai bersama ular masih butuh waktu yang panjang. Semestinya Indonesia punya pendidikan khusus tentang ekologi, karena keanekaragaman hayati Indonesia begitu banyak termasuk ular. Pendidikan lingkungan hidup lagi tidak sekedar menggumuli teori, namun melibatkan aksi nyata. Sebab manusia tidak pernah berdiri sendiri, ia merupakan bagian dari sistem ekologi yang kompleks.

Ayo bekali diri dengan pengetahuan, bukan dengan ketakutan!

Penulis: Arfi Pandu Dinata

Sabtu, 25 April 2020

Rasisme dan Xenofobia di Balik Covid-19

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Sejak virus Corona atau Covid-19 merebak pertama kalinya di Wuhan, Cina, dunia seakan tidak berhenti memberitakan negara mana lagi yang terkena dampak infeksi virus ini. Banyak negara  memberlakukan sistem penguncian negara atau lockdown karena tingkat kematian para penduduknya karena infeksi Covid-19.

Demikian pula Indonesia, yang hingga April  2020 ini sudah membukukan angka di angka lebih dari 5000 orang positif. Angka ini diprediksikan dapat meningkat jika penanganan secara medis tidak dikutsertai dengan penanganan yang bersifat sosial, seperti pelarangan sementara kegiatan berkumpul yang melibatkan sejumlah banyak masyarakat, bahkan kegiatan peribadatan pun mengalami perubahan untuk dilakukan di dalam rumah saja, hingga kegiatan pendidikan di semua jenjang dihentikan sementara untuk mengurangi kerentanan penularan virus. 

Dampak negatif sosial budaya pun muncul.  Ketika masyarakat seluruh dunia sedang berjuang mati-matian mempertahankan diri secara ekonomi dan kesehatan agar dapat keluar dari krisis virus, beberapa hal yang mencederai budaya dan sosial masyarakat terjadi. Jonathan Mok, dari Singapore salah satunya yang mengalami ini menceritakan bagaimana ia diserang oleh 4 orang pria yang berujar 'kami tidak ingin virus coronamu di negara kami' ketika berjalan di Oxford Street. London 24 Februari 2020. 11 Maret 2020, sekelompok siswa sekolah menengah di Belgia, Sint Paulus school, membuat foto tahunan dengan mengenakan pakaian tradisional Asia mengarah ke pakaian ala Cina membawa kertas yang bertuliskan “Corona time” dan salah satu siswanya terlihat menyipitkan matanya. 

Rasisme dan Xenofobia, Pasangan Maut 
Berasal dari kata Xenos, Bahasa Yunani, yang berarti ‘asing’ atau ‘orang asing’ serta Phobos yang berarti ketakutan. Xenofobia dapat menjadikan orang asing dari negara-negara lain menjadi bahan ketakutan sekaligus kebencian. Terkait dengan rasisme, di mana paham ini merupakan gejala melihat suatu kelompok masyarakat yang dianggap minoritas lebih rendah daripada mayoritas, maka dampaknya adalah terjadinya segregasi serta perbedaan perlakuan berdasar superioritas ras etnis pula yang menganggap diri mereka lebih baik. 
Steindhardt, Max. F peneliti dari Freie Universitat Berlin menggarisbawahi bahwa kekerasan berbasis Xenofobia memiliki dampak berdimensi sosial ekonomi, khususnya yang dialami dalam proses integrasi para pendatang di negara tujuan.
Dampak lainnya adalah penghindaran  terhadap warga etnis Cina jika dihubungkan dengan merebaknya virus Covid-19  Suatu peristiwa di mana seorang petugas sosial asal Malaysia beretnis Cina mengalami penghindaran ketika ia sedang berada dalam transportasi umum di London. Lalu bagaimana seorang perempuan Singapura mengalami tindakan rasisme di satu mall di New Zealand, serta bahkan di Jepang sendiri terjadi tindakan rasisme di beberapa restauran yang memasang tanda "No Chinese" hingga seminggu. Di Indonesia sendiri berita mengenai tenaga kerja asli Cina yang masuk ke Indonesia sempat menjadi sasaran mengapa Covid-19 bisa menginfeksi Indonesia walau pun saat virus ini masuk ke Indonesia telah terjadi status pandemik.
Tersembunyi, Berpotensi Muncul
Penandatanganan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial dilakukan berbasis Piagam Hak Asasi Manusia dengan tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa, yaitu memajukan dan mendorong penghormatan dan pematuhan hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
Dalam kondisi Corona/Covid-19 telah menjadi pandemik global yang memerlukan perhatian ekstra demi kesembuhan warga seluruh dunia, ternyata potensi xenofobia dan rasisme berbasis asal virus ini datang tiba-tiba muncul dan mensegregasi etnis tertentu yang dimunculkan seolah-olah menjadi penyebab munculnya virus dan menjadi wajar untuk dilakukan tindak penghindaran hingga perendahan di luar prinsip HAM.
Kita sendiri sebagai bagian dari warga global dunia seharusnya sepakat untuk berkonsentrasi terhadap upaya penyembuhan tanpa melihat sekat ras dan etnis. Ini adalah masalah kita bersama dan jika dibiarkan, maka potensi rasisme dan Xenofobia akan dapat muncul menunggu waktu yang tepat saja, tergantung akan peristiwa dunia apa yang sedang terjadi. 
***
*)Oleh: Fanny S. Alam, Regional Coordinator of Bhinneka Nusantara Foundation/Regional Coordinator and Program Director of Sekolah Damai Indonesia Bandung.
*) Tulisan yang sama juga dimuat di Times Indonesia
x

Rabu, 25 Maret 2020

Kami (Tenaga Medis) Tetap Kerja, Kalian Tetap di Rumah

AYOBANDUNG.COM -- Akhir-akhir ini banyak masyarakat di Indonesia mulai ketakutan terhadap virus covid 19. Setiap harinya adanya peningkatan jumlah masyarakat tercatat positif covid 19. Pembaharuan data setiap harinya tentang virus covid 19 biasanya dilakukan pemerintah serta pihak Kementerian Kesehatan yang bisa dipercaya dan diakses oleh seluruh masyarakat. 

Penanganan untuk virus covid 19 ini harus dilakukan secara bersama, mulai dari kesadaran setiap masyarakat terhadap pentingnya pola hidup bersih dan sehat, menjaga imunitas kuat dan mengurangi aktivitas-aktivitas sosial masyarakat dengan salah satunya bekerja di rumah, menjaga jarak 1 meter dengan orang lain, dan belajar mengajar juga dilakukan di rumah sampai ibadah pun dilakukan di rumah. 

Menurut data Kementerian Kesehatan terbaru per tanggal 24 Maret 2020 sudah ada 686 Jiwa dari 24 Provinsi di Indonesia yang positif Covid 19,  30 jiwa sembuh dan 55 jiwa meninggal. Melihat banyaknya jiwa yang positif covid 19 dan beberapa tenaga kesehatan di antaranya ada yang meninggal, saya merasa sedih dan prihatin atas kejadian tersebut. Di sisi lain, saya merasakan sedikit tenang dan bahagia karena di antara pasien yang sudah dinyatakan positif covid 19 sekarang menjadi negatif dan dinyatakan sembuh kembali sehat seperti sediakala. 

Tenaga Kesehatan Tetap Bekerja 
Mewabahnya pandemi virus covid 19 ini menjadikan tenaga kesehatan harus tetap bekerja dan menangani pasien agar dapat ditangani segera. Tim kesatuan medis ini meliputi tenaga kesehatan, seperti Dokter Umum dan Spesialis, Perawat, Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Sanitarian, Radiografer, Apoteker dan Asisten Apoteker, Ahli Gizi, Bidan, Survelians Epidemiologi dan lain-lain. Mereka berjuang setiap harinya menangani pasien yang terpapar dan terjangkit virus covid 19 ini. Mereka bekerja tanpa mengenal lelah, melayani pasien dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab ditengah wabah pandemi virus covid 19 ini. 

Tenaga kesehatan saat ini menjadi pemegang peran penting terhadap penanggulangan virus covid 19 ini. Mereka terjun langsung menangani pasien yang terinfeksi virus covid 19, dimulai pada saat pengambilan spesimen pasien melalui nasofaring, swab tenggorokan, darah, pemeriksaan laboratorium yang dapat mengeluarkan hasil pasien positif atau negatif, perawatan di ruangan, pemberian obat serta pemeriksaan penunjang lainnya. Semuanya  dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan profesi tugas dan kewenangannya. 

Ada beberapa hal yang sekarang ini dibutuhkan oleh para tenaga kesehatan yang sedang bekerja menangani virus covid 19 ini, yaitu  pasokan masker bedah, masker N95, handscoon/sarung tangan kesehatan nitril/free powder, kacamata google laboratorium untuk pelindung mata, sepatu lark/sepatu karet boot, helm penutup wajah, asupan supplement vitamin untuk mempeekuat imunitas tubuh, hand sainitaizer dan berbagai cairan alkohol. 

Di antara kebutuhan yang dibutuhkan oleh tenaga medis, yaitu Alat Pelindung Diri (APD)  justru saat ini ketersediannya sangat minim, di antaranya masker dan handscoon/sarung tangan kesehatan. Padahal Alat Pelindung Diri (APD) wajib digunakan oleh seorang tenaga medis ketika menangani pasien, namun pada kenyataannya justru sekarang ketersediaanya sangat minim dan banyak disalahgunakan oleh orang-orang non medis. Banyak di antara masyarakat sekarang yang sudah menerapkan Alat Pelindung Diri (APD) medis yang salah, salah satunya sekarang banyak orang yang memakai handscoon/sarung tangan kesehatan di setiap aktivitas seharinya yaitu digunakan saat memegang uang, dipakai saat berkendara motor bahkan sekarang ada sebagian orang menggunakan alkohol swab untuk membersihkan ponsel selulernya. Hal-hal demikian seharusnya tidak dilakukan oleh masyarakat di luar medis. 

Sebagai tenaga kesehatan, saya memohon untuk masyarakat tidak bepergian terlebih dahulu keluar rumah, menaati aturan–aturan yang diterapkan pemerintah dengan melakukan social distancing. 

Aktivitas di Rumah 
Aktivitas di rumah untuk saat ini adalah hal signifikan untuk dilakukan. Banyak surat edaran yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang mewajibkan warga diam di rumah selama 14 hari. Tujuannya sangatlah baik, yaitu bisa membantu memutuskan rantai penularan virus covid 19 ini. Semakin banyak orang yang melakukan aktivitas di rumah, semakin cepat kita bisa beraktivitas seperti biasa. 

Banyak hal yang menarik saat kita berada di rumah, kita bisa lakukan dengan hal-hal yang baik, seperti membaca buku sesuai dengan kesukaanya, belajar menulis artikel dengan hal-hal yang menarik, mendengarkan musik yang dapat membuat jiwa menjadi senang, menonton film kesukaan sesuai dengan jenis dan klasifikasi umur tepat yang dapat ditonton, berolahraga  secukupnya, membersihkan area rumah dengan leluasa, mulai dari kamar tempat tidur, halaman rumah dan ruangan lainnya, sehingga dapat beristirahat dengan nyaman,  berkumpul bersama keluarga, mengakses informasi seluas-luasnya dengan mudah dan nyaman menggunakan gawai masing-masing dan terakhir kita juga di rumah dapat  memanfaatkan waktu yang banyak untuk beribadah. 

Selama di rumah, kita harus tetap menjaga kesehatan setiap harinya. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat  kita mulai dengan seringnya mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, minum air putih serta mengkonsumsi  buah, sayur dan makanan dengan gizi seimbang agar imunitas menjadi kuat. 

*** 

Diksi Paisal, STr.Kes, Praktisi Kesehatan dan Penggiat Sekolah Damai Indonesia Bandung.


---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com pada Rabu, 25 Maret 2020, dengan Judul Kami (Tenaga Medis) Tetap Kerja, Kalian Tetap di Rumah, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/03/25/83833/kami-tenaga-medis-tetap-kerja-kalian-tetap-di-rumah

Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com

Minggu, 22 Maret 2020

Serba-serbi Social Distancing


AYOBANDUNG.COM -- Hari-hari ini ramai dibicarakan tentang social distancing sebagai upaya pencegahan penyebaran wabah virus corona. Seperti kita tahu, social distancing adalah perilaku menjaga jarak fisik dengan orang lain, terutama orang asing, sejauh minimal 1 meter. Beberapa implikasi social distancing yang dilakukan secara massal adalah gerakan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah yang diserukan oleh Presiden Jokowi dan didukung oleh berbagai pihak. Hal ini mungkin lebih tepat disebut sebagai physical social distancing. 

Akan tetapi, pembatasan jarak dan perjumpaan tatap muka dengan orang lain dapat berdampak negatif bagi sebagian orang. Perasaan kesendirian dan kesepian menjadi ancaman nyata yang kita hadapi. Celakanya, perasaan ini dapat berkembang menjadi perasaan depresif, bahkan mungkin pula berkembang menjadi gangguan depresi atau masalah kesehatan mental yang lain. 

Emotional distancing 
Secara logika, orang dengan kecenderungan ekstrover cenderung lebih riskan mengalami perasaan tidak nyaman akibat kebijakan-kebijakan dalam upaya social distancing. Orang-orang ekstrover adalah mereka yang mendapatkan energi dari luar dirinya, dalam interaksi dengan banyak orang. Hari-hari ini, karena interaksi tatap muka dikurangi bahkan dinihilkan, kesempatan para ekstrover untuk “mengisi energi” mereka pun semakin sedikit. 

Meski demikian, mereka yang introver pun dapat mengalami perasaan tidak nyaman akibat social distancing ini. Walaupun mereka cenderung mendapatkan energi dari waktu menyendiri, namun informasi yang bertubi-tubi, dan situasi yang terjadi akhir-akhir ini dapat menimbulkan perasaan mencekam, tidak aman, bahkan terancam. 

Perasaan tidak aman, kecemasan, dan perasaan terancam dapat dikatakan wajar dialami oleh setiap orang di tengah pandemi seperti ini. Ada yang cemas karena tetap harus bekerja di luar rumah demi sesuap nasi, ada yang cemas karena tetangganya sakit dan dikhawatirnya sudah terinfeksi virus, ada yang cemas karena orang terkasihnya tenaga kesehatan yang bisa sewaktu-waktu terinfeksi dan kekurangan alat perlindungan diri. Ada yang cemas karena orang tuanya memiliki penyakit bawaan sehingga lebih rentan terinfeksi virus ini, ada yang cemas karena penghasilannya berkurang, ada yang cemas karena terlalu lama berada di rumah sendirian, ada yang cemas tidak memiliki bahan pokok untuk kebutuhan hidupnya. Semua orang cemas, semua orang khawatir, semua orang panik, meski dengan berbagai alasan yang berbeda. Satu hal yang perlu diingat: bukan hanya Anda yang cemas. Saya juga, dan banyak orang lain demikian. 

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi perasaan tidak nyaman di tengah pandemi ini adalah dengan tidak melakukan emotional distancing. Jika (physical) social distancing diartikan sebagai menjaga jarak fisik, maka bolehlah kita mengartikan emotional distancing sebagai jarak emosional antara satu orang dengan orang yang lain. Kita disarankan untuk menjaga jarak sosial secara fisik dengan orang lain sejauh minimal 1 meter, namun sebaliknya, kita perlu mendekatkan jarak emosional kita dengan orang lain. 

Kita bisa menyapa, menanyakan kabar, bahkan berbagi kecemasan dengan keluarga, sahabat, teman, kolega, atau kenalan. Jika dengan pesan teks dirasa kurang, kita bisa menelepon atau melakukan panggilan video sehingga kehadiran orang lain terasa lebih nyata bagi kita. Hal sederhana semacam ini membuat kita dan orang yang kita sapa merasa tidak sendiri. Setidaknya kita merasa punya teman dalam menghadapi masa sulit ini. Lebih lagi, kita merasa punya teman senasib sepenanggungan yang juga merasa tidak aman dan cemas. Perasaan lega karena tahu bahwa tidak sendiri ini dapat menimbulkan ketenangan. 

Social media distancing 
Bagi sebagian orang, informasi yang riuh dan bertubi-tubi di media sosial adalah salah satu faktor yang memicu kecemasan dan kelelahan mental. Untuk itu, konsep social distance perlu juga kita terapkan ketika menggunakan media sosial. Dengan kata lain, kita perlu melakukan social media distance. 

Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan berusaha menyaring informasi apa saja yang ingin kita ketahui. Kita juga bisa membatasi waktu-waktu tertentu yang ingin kita gunakan untuk mengakses media sosial. Selain itu, kita bisa mencari alternatif media atau kegiatan lain yang bisa memberikan hiburan sekaligus ketenangan, misalnya membaca buku, menonton film, mendengarkan musik, memasak, membersihkan rumah, berolahraga, atau melakukan hobi. Ada banyak hal yang masih bisa kita lakukan di tengah imbauan untuk social distance. 

Perlebar jarak sosial secara fisik. Perlebar jarak dengan sosial media. Persempit jarak emosional dengan orang lain, khususnya orang-orang terkasih. Mari memperlebar empati dan belarasa. Semoga akal budi dan hati nurani kita tetap jernih dan tidak terinfeksi. 


Stella Vania Puspitasari, Seorang calon psikolog klinis anak dan remaja yang masih belajar untuk menjadi pembelajar, dan menjadi sahabat bagi sesama.

---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com pada Minggu, 22 Maret 2020, dengan Judul Serba-serbi Social Distancing, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/03/22/83418/serba-serbi-social-distancing

Penulis: Redaksi AyoBandung.Com
Editor : Redaksi AyoBandung.Com


Jumat, 13 Maret 2020

Masyarakat Indonesia Menghadapi Corona



AYOBANDUNG.COM -- Masuknya virus korona ke wilayah Indonesia akhir-akhir ini suka atau tidak membuat kegemparan sendiri pada masyarakat Indonesia. Hal ini juga merupakan bagian dampak dari berita-berita yang secara simpang siur beredar di berbagai media. Sebenarnya, tujuan pemberitaan itu masih ingin memberitakan tentang virus tersebut dengan jelas, namun perkembangan berita selanjutnya tampak memperlihatkan kepanikan yang makin meluas mengenai virus tersebut di Indonesia.    

Baru-baru ini, juru bicara Kementerian Kesehatan RI menginformasikan melalui sebaran media bahwa sudah ada 6 Warga Negara Indonesia yang dinyatakan positif Covid-19. Pemeriksaan suspect pasien virus corona dilakukan dengan serangkaian pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan teknik metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Genom Sekuensing sehingga dapat dinyatakan positif Covid-19. 

Juru bicara Kementerian Kesehatan RI pun menyatakan bahwa 2 di antaranya Warga Negara Indonesia yang positif Covid-19 itu mempunyai riwayat kegiatan sebelumnya kontak langsung dengan penderita Warga Negara Jepang. Setelah kita mengetahui adanya warga negara Indonesia yang dinyatakan positif Covid-19, masyarakat semakin banyak membicarakan virus ini serta menambah perasaan khawatir mengenai dampak dari perkembangan virus ini semakin banyak virus ini dibicarakan oleh setiap orang. 

Mekanisme Virus Corona
Kementerian Kesehatan RI mengemukakan bahwa Novel Coronavirus (2019-nCoV) merupakan kategori virus baru yang dapat menyebabkan penyakit pada pernapasan manusia. Novel Coronavirus ini masih 1 keluarga dengan virus penyebab SARS dan MERS, dan seperti kita ketahui virus ini berasal dari Wuhan, Cina. Pada umumnya, pasien yang terpapar Novel Coronavirus memilki gejala klinis, seperti demam disertai batuk dan pilek bahkan mengalami kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, hingga keadaan badan terasa letih dan lesu. 

Berbagai cara penularan virus corona bisa melalui ketidaksengajaan menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk pasien, bersentuhan atau berjabat tangan dengan mereka, menyentuh benda yang terkena cairan air liur pasien sehingga setelahnya kita tidak sadar memegang mulut atau hidung sendiri tanpa sebelumnya mencuci tangan terlebih dulu. 

Dengan berbagai cara penularan di atas, sebenarnya virus corona dapat dicegah melalui upaya pencegahan yang tentunya sangat mudah dilakukan sehari-hari dan dapat diterapkan pada diri kita sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar. Cara ini sangat baik dilakukan karena dapat meningkatkan dan mempertahankan imunitas yang kuat dalam tubuh kita. 

Mempertahankan Imunitas 
Pada dasarnya mempertahankan imunitas tubuh dapat berdampak terhadap kondisi tubuh yang setiap saat dapat melawan segala virus dan penyakit didalam tubuh. Pencegahan masuknya virus corona ke tubuh kita juga relatif mudah untuk dilakukan, yaitu dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun dan bilas dengan air mengalir, pergunakanlah masker bila batuk atau pilek, mengonsumsi makanan gizi seimbang dengan memperbanyak asupan buah dan sayur, berhati-hati kontak langsung dengan hewan, rajin teratur berolahraga dan tentunya istirahat yang cukup. Juga perlu diperhatikan agar tidak mengonsumsi daging yang masih mentah yang tidak dimasak dengan matang dan jika mengalamai batuk, pilek dan sesak napas segeralah ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 

Peran Kita Semua 
Penanggulangan virus corona yang sudah masuk ke Indonesia memerlukan antisipasi dari banyak pihak, mulai dari masyarakat umum, pemerintah, dinas terkait, dalam hal ini dinas kesehatan. Data terbaru tentang virus corona di Indonesia sudah seharusnya bersumber pada data valid yang dipublikasikan oleh pihak relevan, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atau dinas perwakilannya di wilayah masing-masing. 

Selain itu, kita diharapkan tetap tenang, tidak ada halangan untuk beraktivitas sehari-hari, tidak perlu merasa khawatir, merasa cemas, dan ketakutan secara berlebihan serta jangan menyalahgunakan serta menyalahartikan tentang virus corona ini dengan upaya-upaya yang berlebihan. Upaya tersebut di atas dilakukan oleh segelintir orang dengan tujuan tertentu. Sangat disayangkan melihat masih banyak oknum yang memanfaatkan celah peristiwa merebaknya virus corona di Indonesia untuk mengambil keuntungan bagi mereka. Hal ini menimbulkan banyak masalah baru, seperti panic buying memborong banyak barang, contohnya masker dan pembersih tangan praktis, sehingga menjadikan ladang bisnis baru dengan  meraup keuntungan tinggi, lalu memasok persediaan bahan pokok makanan sehari-hari dalam jumlah banyak seolah-olah mereka nanti akan dikarantina karena tidak bisa melakukan aktivitas di luar. Hal tersebut sangatlah tidak tepat untuk dilakukan, karena virus corona ini bukan menjadi ajang untuk memenuhi untuk kepentingan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain. 

Pada akhirnya, dalam perspektif tenaga kesehatan, masyarakat perlu diingatkan untuk   tidak melakukan kegiatan yang berlebihan, tidak perlu merasakan panik dan ketakutan yang berlebihan sehingga menganggu aktivitas sehari-hari. Selanjutnya, masyarakat diharapkan untuk selalu menerapkan pola hidup yang sehat sebagai upaya pencegahan terhadap virus corona dengan cara yang telah ditentukan. 

“Sehat itu milik kita bersama, berawal dari pencegahan, dan mudah dilakukan.” 

Diksi Paisal,  STr. Kes, Praktisi Kesehatan dan Penggiat Komunitas Sekolah Damai Indonesia Bandung.



---------

Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com pada Jumat, 13 Maret 2020, dengan Judul Masyarakat Indonesia Menghadapi Corona, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2020/03/13/82433/masyarakat-indonesia-menghadapi-corona



Penulis: Redaksi AyoBandung.Com

Editor : Redaksi AyoBandung.Com