Tampilkan postingan dengan label anak berkebutuhan khusus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anak berkebutuhan khusus. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Desember 2019

Fahdi Hasan, Pengajar Pertunjukan Seni Buat Anak-anak Spesial

Bandung - TemanBaik pernah terbayang enggak bagaimana sih rasanya jadi seorang pelatih atau pengajar anak-anak berkebutuhan khusus? BeritaBaik berkesempatan berjumpa dan berbincang dengan seorang pelatih bagi anak-anak spesial nih, namanya Fahdi Hasan atau yang akrab disapa Kak Adi.

Tidak hanya sekadar menjadi pelatih loh. Kak Adi juga hadir sebagai teman bagi sahabat-sahabat-sahabat spesial ini bermain. Sindromnya pun beragam, ada celebral palsy, ADHD, low/high function hingga hyperactive. Bagaimana ya cara bermain dan berlatih ala Kak Adi?

Kak Adi

kunjungan teman-teman Sekodi Bandung ke KPAS 
salah satu orang tua dalam KPAS menunjukkan hasil karya anaknya



Kak Adi menjelaskan kalau dalam mengajar dan melatih anak-anak spesial ini diperlukan metode khusus dan kreatifitas. "Metodenya pakai komunikasi audio, visual, dan gerak. Misalnya merespons ruang dengan memainkan jimbe atau piano lalu membentuk pola-pola yang diinginkan," jelas Kak Adi kepada BeritaBaik, Minggu (20/10/2019).

Pria yang mengajar kelas Seni Pertunjukan di Komunitas Anak Spesial (KPAS) ini juga memberikan kebebasan kepada anak-anak dalam berekspresi. "Memberi kebebasan mereka dalam berekspresi dan juga difasilitasi," ujar pria kelahiran Susupu, Halmahera Barat, 21 April 1983 ini.

Selama mengajar, Kak Adi juga pernah tidak sependapat dengan orangtua anak-anak yang ia ajar loh. Tapi, tenang semua itu didiskusikan atas dasar kekeluargaan.

"Suka berantem dengan orangtua hahaha. Tapi barentem gagasan, ide yang dilakukan atas dasar kekeluargaan dan itu menurut saya romantis yang humanis," papar pria yang sudah mengajar sejak tahun 2013 ini.

Kak Adi juga bercerita tantangan terbesarnya dalam mengajar. Menurutnya, paling sulit adalah menghadapi stigma masyarakat soal keterbelakangan fisik.
"Kesulitan terbesar yang dihadapi adalah menghadapi para akademisi, orangtua dan pemerhati anak yang masih menganggap mereka adalah orang yang tidak mampu, atau keterbelakangan fisik dan lain-lain. Pehamanan dasar soal mereka terlalu ambigu, akhirnya menetapkan anak-anak autis sebagai disabilitas," jelas pria lulusan Musik Bambu di Institute Seni Budaya Indonesia ini.

Kak Adi berharap, kita semua dapat menerima dan tidak mendiskriminasikan anak-anak spesial (berkebutuhan khusus). "Saya berdoa agar kita semua 'cepat sembuh' untuk tidak lagi mendeskriminasi mereka, karena jika anda menyebut mereka orang gila berarti anda bagian dari kegilaan itu," pungkasnya.


(ditulis oleh Nita Hidayati. tulisan serupa juga dimuat di BeritaBaik)

Selasa, 12 Maret 2019

Sekelumit Tantangan Teman teman Berkebutuhan Khusus


 

Sabtu 9 Maret 2019, Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) Bandung berkunjung ke Pusat Terapi Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja berkebutuhan khusus Our Dream Indonesia, yang terletak di Jl Sinom, Turangga, Bandung. Kunjungan kali ini dalam rangka diskusi mingguan yang bertema Permasahan kaum difabel dan fasilitas publik serta penerimaan masyarakat baik dalam dunia pendidikan, pekerjaan dan sosial. Dalam diskusi dengan pemimpin Our Dream Indonesia, Bapak Hendra Rades Puluma, kami menyimak dan mendapat beberapa wawasan, pengetahuan praktis juga berkenalan dengan beberapa teman berkebutuhan khusus yang kebetulan sedang tinggal di Asrama Our Dream Indonesia. Salah satu wawasan baru yang kami dapat adalah tantangan untuk teman teman Berkebutuhan Khusus yang Tuna Grahita (gangguan mental) seperti Autism, dalam menghadapi kehidupan. Autism adalah gangguan mental yang disebabkan oleh kerusakan otak. Berbeda dengan teman berkebutuhan khusus lainnya yang fungsi otaknya masih berjalan normal. Namun beberapa penyandang Autism jika diarahkan dengan baik dan terarah mempunyai bakat jenius di berbagai bidang, yang jika diasah dengan baik akan membantu mereka untuk hidup mandiri hingga usia tua dengan keahlian mereka. Yang menjadi tantangan untuk penyandang Tuna Grahita khususnya Autism, Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan kehidupan mandiri mereka kelak. Yang pertama adalah perlunya sistim pendidikan yang tepat untuk menangani keunikan mereka. Meski kini sudah digaungkan Sekolah Inklusi, yaitu Sekolah Umum yang menerima murid murid berkebutuhan khusus, namun di lapangan masih banyak tenaga pengajar yg awam dalam menangani mereka, sehingga belum tercapai mengoptimalkan potensi mereka di sekolah umum. Yang kedua meski bisa disiasati dengan mendidik anak ke Pusat latihan, pendidikan dan terapi, namun sering belum ada konsistensi kerjasama antara lembaga pendidikan dengan orangtua. Sejatinya apa yang diajarkan terapis atau guru diterapkan pula dirumah oleh orangtua Dan keluarganya. Masalah ketiga, mendidik masyarakat untuk terbiasa dan menerima keunikan perilaku mereka, dan bisa menghargai potensi mereka dengan penyediaan lapangan kerja dan penerimaan yang wajar di masyarakat (No Bullying) Mereka adalah bagian dari kita. Bisa dibayangkan, apa jadinya jika penyandang Autism yang belum menata hidupnya kelak hidup di masa tua nya. Karena mereka kelak ditinggalkan orangtua yg sudah meninggal dan tidak bisa mengandalkan saudara saudaranya sepenuhnya. Perlu penerimaan dari masyarakat, pengoptimalan sistem pendidikan dan konsistensi untuk menyiapkan hidup mereka mandiri dan tidak terpinggirkan. Tugas kita bersama.


 Oleh Nursasongko Soegijatno. S