Kamis, 11 Agustus 2022




Pengantar

Keberagaman di Indonesia sudah bukan menjadi hal yang perlu diperdebatkan dan sudah menjadi hal yang nyata dalam keseharian. Dalam ragam suku, Indonesia memiliki 1340 suku bangsa, terbanyak di dunia, menurut Badan Pusat Statistik dalam survei tahun 2010 yang tinggal di  17.508 pulau. Selain keberagaman dalam suku, kita semua telah mengetahui bahwa Indonesia memiliki keberagaman agama dan keyakinan yang telah diakui secara resmi, yaitu Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, dan Penghayat Kepercayaan pada Tuhan yang Maha Esa.

Kehidupan keberagaman beragama dan kepercayaan sebenarnya telah dijamin Negara, seperti yang disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, selain Pasal 28E Ayat (1), Pasal 28I Ayat (1). Hal ini sejalan dengan Pasal 18 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR, 1966) yang juga telah diratifikasi dalam UU no 12 tahun 2005. Sebagai negara yang telah meratifikasi Kovenan tersebut, Pemerintah wajib memberikan jaminan kepada warga negaranya untuk secara bebas menentukan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri serta menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.

 

Permasalahan

Kehidupan keberagaman, terutama dari sisi keberagamaan dan keberyakinan di Indonesia akhir-akhir ini rentan dengan banyak tantangan, terutama dengan munculnya perilaku intoleransi dan diskiminasi terhadap masyarakat beragama yang dianggap minoritas, contohnya dalam konteks Bandung dan Jawa Barat pada umumnya. Perilaku tersebut terjadi terhadap kelompok masyarakat Kristen, Ahmadiyah, Syiah. Selain itu, hal ini terjadi kepada masyarakat Hindu dan juga Penghayat Kepercayaan. Seperti yang kita telah ketahui, contohnya Bandung telah berhasil membuat beberapa gebrakan, seperti Kampung Toleransi, gerakan Bandung Rumah Bersama sebagai perwujudan rasa toleransi terhadap seluruh umat beragama tanpa terkecuali.

Namun, hal ini bukan saja tidak melihat masalah apa yang pernah muncul dan memberikan suatu catatan terhadap kehidupan bertoleransi di Bandung dan Jawa Barat. Beberapa kejadian yang masih membekas adalah dalam konteks Jawa Barat misalnya Kebijakan diskriminatif masih terbit di beberapa kota dan Kabupaten di Jawa Barat. Di Tasikmalaya, Cianjur, Kuningan, Bogor, Bekasi dan Bandung, itu masih ada gereja atau rumah ibadah agama lain yang masih disegel. Terbaru di Garut, ada Surat Edaran Pelarangan Aktivitas dan Pembangunan Masjid Ahmadiyah.

Bagaimana dengan kondisi yang dialami dengan masyarakat Hindu, Buddha, serta Penghayat Kepercayaan? Kita mungkin sudah tahu apa yang dialami oleh masyarakat Penghayat Kepercayaan yang selalu mendapatkan perilaku diskriminasi, mulai dituduh sesat, tidak beragama, hingga kesulitan mereka dalam mengakses layanan publik, seperti membuat akte kelahiran, mendaftar ke sekolah. Atau, bagaimana dengan pemandangan jarangnya pura Hindu di jalanan di Bandung? Di samping itu, bagaimana dengan pengalaman yang dihadapi oleh masyarakat Buddha di Bandung atau Jawa Barat? Pernahkah mereka mengalami tindak diskriminasi dan peminggiran?

 

Tujuan Acara

Initiatives of Changes (IoFC) Indonesia dengan programnya, TrustBuilding Program, menginisiasi perjumpaan teman-teman muda lintas agama beserta lintas lainnya. Tujuannya adalah bagaimana teman-teman muda dapat membentuk pengertian, respek, serta empati terhadap oerbedaan dan keberagaman di lingkungan sekitar dan di luarnya. Teman-teman muda merupakan bagian signifikan dalam pembangunan, terutama dengan yang dicanangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals.

Salah satu rangkaian acara TrustBuilding Program adalah TrustBuilding Camp, yang baru terselenggara tanggal 29-31 Juli 2022 di Bandung. Acara ini bertajuk “Heal the Past, Hope for the Future” yang bertujuan memetakan potensi konflik dan membuka cerita di balik konflik-konflik lintas agama, terutama Islam dan Kristen. Setelah memetakannya, ditambah dengan pengalaman pribadi, maka para peserta diharapkan dapat tumbuh dan pulih dari konflik-konflik tersebut dan menumbuhkan rasa percaya satu sama lain dengan teman-teman berbeda agama serta berbeda lainnya.

Dalam acara di atas, kami berfokus pada Islam-Kristen dengan konflik yang cukup mendominasi Bandung dan Jawa Barat pada umumnya. Untuk berikutnya, kami menyadari ketika berbicara mengenai isu keberagaman dan perbedaan, maka kami juga perlu melibatkan kelompok agama lainnya, seperti Hindu, Buddha, Konghucu, Penghayat kepercayaan. Sebagai tambahan, kita melihat yang lain, seperti Bahai serta Tao. Untuk itulah, kami, Initiatives of Changes (IoFC) Indonesia beserta Sekolah Damai Indonesia (SEKODI) Bandung dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), berinisiatif untuk mengadakan bentuk Focus Group Discussion sebagai refleksi sekaligus mengaitkannya dengan hari Kemerdekaan Indonesia ke 77, bagaimana masyarakat dengan perbedaan agama dan keyakinan seharusnya dapat tinggal dalam harmoni, tetapi kenyataannya tidak demikian.

Rencana rincian acara adalah sebagai berikut :

Judul                                               :  Sudahkah Kita Mencapai Merdeka Dalam Arti Sesungguhnya?

Target peserta                                 : 5 orang perwakilan dari Hindu, Buddha, Penghayat Kepercayaan, Konghucu, Tao, dan Bahai. 1 Narasumber untuk Hukum, serta 15 peserta Trust Building Camp.

Tempat                                            : Masjid Mubarak, Jalan Jl. Pahlawan No.71, Sukaluyu, Kec. Cibeunying Kaler,    Kota Bandung, Jawa Barat 40123

Tanggal dan Waktu                          : 13 Agustus, 2022, pukul 09.30-14.00 WIB

Penyelenggara                                 : Tim Fasiltator Baru TrustBuilding (pemilihan siapa yang dapat bertugas akan    ditentukan selanjutnya

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.