Senin, 07 November 2022

Kepedulian Pemuda Indonesia


Foto : oleh Anton Derawan, 4 November 2022. Tulisan di bawah diterbitkan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) edisi 4 November 2022

Kepedulian Pemuda Indonesia 

Fanny S. Alam. Koordinator Regional Bandung School of Peace Indonesia, Fellows of IVLP the US. Dept. of State 2020, Australia Awards for Indonesia STA 2021, and Nuffic OKP the Netherlands 2022

Sumpah Pemuda 1928 lahir bukan tanpa sebab. Ia lahir atas kepedulian para pemuda yang terhimpun dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dari seluruh daerah di Indonesia. Mereka menghasilkan Kongres Pemuda Kedua, yang dimulai tanggal 27 Oktober 1928 yang mendiskusikan semangat persatuan dan pemuda, lalu 28 Oktober 1928 membahas masalah pendidikan, terutama kebangsaan dan keseimbangan pendidikan di sekolah dan di rumah, serta pendidikan secara demokratis. Lalu, kongres juga menggarisbawahi pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain kepanduan yang sejak dini mendidik anak-anak untuk dispilin secara mandiri. Hal-hal tersebut dibutuhkan untuk mendukung pergerakan nasional yang saat itu sudah menyadari bahwa kemerdekaan di Indonesia merupakan hal yang tidak dapat ditawar.

Kongres ditutup dan lahirnya Sumpah Pemuda dengan ikrarnya yang dapat diperdengarkan hingga saat ini. Sumpah Pemuda ini lahir dari diskusi-diskusi pada kongres, dan pada rapat pertama tanggal 27 Oktober 1928, Moehammad Jamin mengungkapkan lima hal yang dapat memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Pada masa sekarang, Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun. Berbagai kemajuan telah dicapai oleh Indonesia, baik di mata sendiri dan internasional. Menjadi tuan rumah G-20 menjadi salah satu pencapaian penting bagi Indonesia. Dari Indonesia lah dunia akan berusaha pulih dan bangkit, terutama setelah dihantam pandemi Covid-19 yang ternyata hingga sekarang masih belum berakhir. Indonesia pun sempat dianggap sebagai model negara yang berhasil dalam mengantisipasi pandemi dengan baik. G20 sendiri terdiri dari banyak forum, salah satunya adalah Y20 Indonesia yang merupakan forum dialog resmi kepemudaan seluruh dunia dengan fokus terhadap empat isu utama, yaitu ketenagakerjaan, transformasi digital, planet berkelanjutan dan layak huni, dan keberagaman dan inklusi. Di samping itu, data Badan Pusat Statistik memperkirakan bahwa 2025 adalah puncak dari bonus demografi yang selalu dikaitkan dengan sumber daya dalam suatu negara, dan Indonesia sendiri akan mendapatkannya dengan dominasi pemuda berusia produktif. Hal ini merupakan sesuatu yang dapat berguna bagi Negara, terkait peran pemuda sebagai tulang punggung pembangunan.

Tahukah Pemuda Indonesia ?

Bonus demografi yang memprediksikan bahwa pemuda usia produktif akan lebih mendominasi jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan dapat dimaknai dengan kemungkinan Indonesia akan jauh lebih berdaya dengan sumber daya untuk membangun. Terbayang, kelompok pemuda ini akan mengisi lebih banyak lapangan pekerjaan. Prediksi bonus demografi ini sebenarnya memperlihatkan kontra karena para pemuda baru memasuki masa pemulihan setelah dua tahun bergelut dengan pandemi Covid-19. Secara global, pemuda memasuki masa di mana memperlihatkan resiliensi karena banyaknya tantangan selama pandemi berlangsung. Banyak pemuda, terutama dari kelompok rentan, beresiko terpapar tidak hanya Covid-19 itu sendiri, namun diiringi hal-hal negatif lainnya, seperti kerentanan dipecat dari dunia kerja, tidak dapat melanjutkan pendidikan, terganggunya kesehatan mental (OECD, 2020). Selanjutnya, riset dari International Labour Organization (ILO) yang menyasar pada kelompok muda di Indonesia pada tahun 2021 memperlihatkan kerentanan mereka dalam mendapatkan pekerjaan atau dipecat dari pekerjaan karena ketidaksiapan dalam pekerjaan berbasis digital, ditambah penundaan akses terhadap dunia pendidikan.

Jika kita ingin mengaitkan dengan peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, di mana pada Kongres Pemuda, para pesertanya mendiskusikan semangat persatuan dan pemuda, pendidikan yang demokratis sehingga menghadirkan pemuda yang paham pentingnya menjaga persatuan untuk Indonesia merdeka dan pembangunan selanjutnya, maka mereka juga  menghadapi kondisi naiknya perilaku radikalisme karena selama masa pandemi kelompok terorisme banyak merekrut kelompok muda secara daring (Amar). Kondisi ini juga memperlihatkan kerentanan mereka dalam bersikap untuk mempertahankan ideologi persatuan di Indonesia dan bagaimana mereka terpapar ideologi yang dapat merusak persatuan tersebut. Di samping itu, Indonesia juga mengalami narasi intoleransi yang signifikan selama masa pandemi. Terdapat beberapa kasus intoleransi sejumlah 422 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang terjadi di 29 provinsi. Hal ini merupakan dampak dari polarisasi dalam masyarakat, politisasi COVID-19, pelipatgandaan marjinalisasi kelompok yang terdiskriminasi terutama perempuan, dan pembatasan/pembatalan kegiatan keagamaan (SETARA, 2020)

Menjadi suatu pertanyaan juga bagaimana pemuda Indonesia melihat hal-hal di atas?

Kepedulian Pemuda Indonesia

Tidak dapat disangkal bahwa ketika pemuda Indonesia akan menjadi bagian bonus demografi dalam kunci populasi Indonesia, mereka tidak hanya ditantang untuk berdaya guna dalam unsur pembangunan, tetapi juga bagaimana mereka peduli dengan isu-isu sosial di hadapan mereka. Tidak hanya isu sosial terkait marjinalisasi secara ekonomi, namun juga terkait dengan kondisi hubungan lintas agama yang berpotensi dapat mengurangi harmoni persatuan Indonesia, yang seharusnya dapat ditingkatkan dengan keterlibatan aktif para pemuda Indonesia.

Pandemi Covid-19 merupakan gerbang yang menunda serta merusak banyak aspek kehidupan, termasuk bagi kelompok muda yang terhambat dalam masalah pendidikan, ketenagakerjaan, serta hubungan sosial yang nantinya keseluruhan terkait dengan kesehatan mental mereka. Transformasi beberapa aspek tersebut berubah menjadi bentuk digitalisasi dan hal tersebut memerlukan banyak bentuk penyesuaian agar mereka dapat bertahan di dalamnya. Untuk mengantisipasi kerentanan tersebut, sebagai salah satu contohnya adalah inisiasi Ruang Ramah Remaja yang terbentuk atas dukungan UNFPA untuk memberdayakan kelompok muda keterlibatan dan pemberdayaan dalam merespon pembangunan jangka panjang serta membentuk resiliensi pada masa tanggap darurat. Selain itu, transformasi digital memunculkan potensi e-commerce yang terus meningkat pelakunya di Indonesia, dan pelakunya didominasi kelompok muda.

Kepedulian kelompok muda dalam merespon isu intoleransi demi menjaga hubungan lintas agama dan harmoni di Indonesia lebih baik banyak muncul, bahkan selama masa pandemi hingga sekarang. Banyak ruang-ruang aman untuk menyuarakan kegelisahan serta melakukan proses advokasi kepada sesama kelompok muda terkait hal ini. Beberapa komunitas, seperti Sobat KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), Jaringan kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), serta Sekolah Damai Indonesia (SEKODI) membuktikan bahwa kerja-kerja advokasi terkait toleransi antar agama dan membentuk wadah kerja sama teman-teman muda untuk mempertahankan harmoni lintas iman terus ada melalui pertemuan-pertemuan secara digital dan berlangsung hingga sekarang.

Sumpah Pemuda adalah nafas pemuda Indonesia untuk terus menginspirasi pemuda dalam persatuan, terutama dalam kondisi yang rentan mengalami perubahan pada masa sekarang. Unsur-unsur pemersatu, seperti Bahasa Indonesia, konsep tanah air satu, serta nilai kebangsaan Indonesia, merupakan perekat bagi keberlangsungan bangsa yang seharusnya terus dihidupkan oleh kelompok muda. Dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, serta hubungan lintas agama yang terus bertransformasi saat sekarang, tantangan untuk tetap “mempertahankan” identitas kebangsaan semakin terus muncul. Hal-hal seperti ini yang seharusnya tetap ada dalam konteks pemikiran pemuda Indonesia, apalagi dengan usaha mempertahankan resiliensi selepas pandemi, hubungan lintas agama yang masih mengalami ancaman disharmoni dalam kenyataannya. Seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya ketika Kongres Pemuda menyebutkan pentingnya nasionalisme dan demokrasi serta pendidikan secara demokratis, maka pendidikan dalam lingkungan keluarga dan pendidikan sipil formal sekolah merupakan salah kunci penting bagi pemuda Indonesia saat ini. Kalau bukan mereka yang bergerak untuk melakukan dan mempertahankannya, bukan mungkin Sumpah Pemuda hanya akan tinggal simbol yang hanya dirayakan melalui twibbon bingkai foto, seremoni belaka karena wajib tanpa mengetahui makna dalamnya.

 

 

 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.