Kamis, 04 Juli 2019

Our Partnership














Partnership atau kemitraan merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh suatu komunitas, sehingga ke depannya dapat memperpanjang relasi dan kerja sama strategis, terutama dengan lembaga-lembaga yang memiliki perhatian yang sama terhadap isu sosial dan hak asasi manusia. Beberapa kemitraan penting yang dilakukan oleh Sekolah Damai Indonesia Bandung adalah bekerja sama dalam pelaksanaan acara atau menjadi mitra jaringan. Seperti yang dilakukan bersama Jakatarub atau Jaringan Kerja Antar Umat Beragama. Kami terlibat aktif dalam penyelenggaraan acara dan kampanye yang berhubungan dengan toleransi antar agama dan keyakinan. Kami juga berkolaborasi dengan Jaringan Advokasi Jawa Barat berhubungan dengan isu diskriminasi terhadap kelompok minoritas beragama dan kelompok-kelompok perempuan dan anak dalam kekerasan serta minoritas lainnya. 

Bersama jaringan Komunitas Bela Indonesia atau KBI, Sekolah Damai Indonesia Bandung menjalin hubungan strategis dalam pelatihan teman-teman muda untuk melakukan kampanye juru bicara Pancasila. Kami menjadi partner lokal penyelenggaraan pelatihan ini di Bandung. Kampanye ini dilakukan dalam beberapa tools, seperti menulis, membuat video, berdebat, dan konten media sosial. Kerja sama ini bertujuan untuk mencetak juru bicara Pancasila muda yang berkomitmen untuk berpolitik dan berkampanye secara sehat. Setelah ini, sekolah damai bersama KBI Jawa Barat membuat program Fun Millennial Tolerance Camp dengan format pelatihan diskusi, media sosial, video, menulis, serta menggambar karikatur yang berhubungan dengan isu toleransi dan respek antar umat beragama. Acara ini diikuti teman teman SMA di Bandung dan kabupaten yang jarang dilirik oleh komunitas komunitas besar untuk turut serta. 

Sekolah Damai Indonesia Bandung juga bekerja sama dengan forum Halaqah Damai, forum yang digagas oleh susteran RSCJ dan Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan Bandung untuk melakukan diskusi dan kajian damai serta relasi antar umat beragama. Beberapa kali kami terlibat aktif sebagai bagian dari narasumber. 

Sekolah Damai Indonesia Bandung menjadi bagian mitra lokal untuk pelaksanaan acara Kereta Damai Indonesia. Maret 2018 kami menjadi bagian signifikan dari pelaksanaan acara yang melibatkan tokoh-tokoh lintas agama yang berkeliling mengunjungi tempat tempat ibadah sekaligus berdialog di dalamnya. 

27 Juli 2019 mendatang, kami menjadi mitra lokal yang digandeng oleh IRSCG Kupang dan CEDAR USA untuk menyelenggarakan program fellowship Minority and Majority Contemplation and Reflection in Contemporary Indonesia. Fellowship diikuti oleh 35 orang, termasuk 6 orang dari Filipina, Namibia, Amerika, Australia, Rusia, dan Jepang. 

Untuk kelanjutan program kerja kami Juli hingga September mendatang, kami bekerja sama dengan PeaceGen dan Sinode Gereja Kristen Pasundan. Kerjasama ini sebenarnya telah dimulai bulan Mei dengan terlibatnya Peacegen dalam diskusi mingguan kami, serta Sinode Gereja dalam pembuatan video kampanye damai yang akan dirilis juli 2019 ini. 

Beberapa jaringan lainnya yang menjadi mitra kami adalah Layarkita, Aiesec Bandung, World Merit International Bandung, Samahita, Arjuna Pasundan dan Srikandi Pasundan, Komunitas Melek Bersama Bandung, LBH Bandung, ICIP, dan Search for Common Ground. Semoga kerja sama ini tidak berhenti sampai di sini. Salam damai. 






Rabu, 03 Juli 2019

Publikasi Dari Sekodi Bandung untuk Semua

















Publikasi itu penting. Mengapa? Karena dari hal itu kita dapat membuktikan bahwa kerja kita, terutama berkarya di satu komunitas yang berhubungan dengan teman-teman muda dan isu sosial dan hak asasi manusia, bisa mendapatkan pengakuan sekaligus memperkenalkan kerja kita semua. Publikasi bisa awet, tahan lama, dan memungkinkan dibaca oleh para penyimaknya. Foto-foto di atas adalah sebagian karya publikasi 2 teman Sekodi Bandung. Sebagian tulisan lengkap pernah dipublikasikan dalam web ini. Untuk yang lain dapat diakses melalui tautan:



Semoga teman-teman Sekodi Bandung lainnya memiliki motivasi kuat untuk mempertajam karya kerja kita semua lewat tulisan dan publikasi apa pun itu. Salam damai.

A Spark to Remember. A Journey to Share.













 A spark to remember. A journey to share. 

Tampaknya kedua ungkapan di atas tepat untuk menggambarkan rangkaian perjalanan kami, Sekolah Damai Indonesia Bandung atau Sekodi Bandung selama tahun 2018 dari bulan Juli hingga September. Periode yang memerlukan kekompakan teman-teman Sekodi bersama mitra-mitra strategis kami. Antusiasme teman-teman muda Bandung terlihat dari jumlah yang ingin berpartisipasi dalam program rutin kami yang sengaja kami susun untuk melampaui toleransi, namun lebih jauh lagi menerima perbedaan, terlibat bersama serta melakukan usaha-usaha transformasi sosial kedepannya. 

Program Sekodi Bandung pertama dibuka dengan Craft for Peace, di mana melibatkan mitra dari Srikandi Pasundan, satu lembaga yang berperan untuk memberdayakan teman-teman transpuan. Kami bersama-sama memulai dengan merajut kantong plastik menjadi kerajinan yang dapat dikenakan sehari-hari. Minggu berikutnya hingga Agustus awal kami membahas Agama dan Potensi Konflik, dimulai dengan kunjungan ke teman-teman Ahmadiyah dan Syiah, lalu berikut Kristen dan Katolik,Hindu, dan Budha. Kegiatan dilaksanakan setiap hari Sabtu. Setelah topik agama selesai, kami lanjut dengan topik Gender, Orientasi Seksual, dan Potensi Konflik. Kami bersama-sama membahas tentang transpuan dan tantangannya, perempuan dan HIV/AIDS, dan laki-laki berperspektif feminis. Hingga September 2018, kami lanjut membahas mengenai isu lingkungan dan perdamaian, lalu masyarakat miskin kota dan dilemanya, serta politik global serta tantangannya menjelang pemilu 2019, dan bagaimana mendalami teman-teman yang pernah mengalami perundungan. Semua dialog mingguan menghadirkan narasumber terpercaya, dari penggiat isi hingga akademisi. Keseluruhan program tidak mengenakan biaya sama sekali.   Kami memang tidak terkonsentrasi ke dalam penggalangan teman-teman dalam jumlah besar. Satu pertemuan rata-rata dihadiri hingga 16 orang, namun terdapat harapan bahwa teman-teman dalam jumlah kecil ini bisa menjadi sel-sel yang menyebarkan pesan kebaikan dan perdamaian ke lingkungan mereka masing-masing. Serta, penting bagi kami untuk menjaga konsistensi program. Rencananya, program ini akan berlanjut di Agustus-Oktober 2019. Oh ya, jika teman-teman memiliki saran dan pendapat lainnya, silakan kirim ke laman kami ya. Sampai berjumpa lagi. Jangan lupa, tetap ikuti kami, ya.

Selasa, 18 Juni 2019

After Ramadhan Meet Up



Halo, teman sekodi Bandung. Apalah artinya Hari Raya Idul Fitri tanpa adanya Halal Bihalal? Nah, tanggal 15 Juni 2019 pukul 11 siang, tentu Sekodi Bandung tidak mau ketinggalan. Bekerja sama dengan Peacegen Indonesia yang turut berkontribusi dalam penyediaan tempat bertemu, maka acara After Ramadhan Meet Up dapat terlaksana. Sengaja dibuat seperti botram, makan siang bareng sambil icip sana sini. Tidak lupa, di acara ini kami mengundang mitra-mitra Sekodi Bandung yang sudah turut serta memperlancar program kerja Sekodi Bandung yang pastinya akan selalu berkelanjutan. Ada Lindawati yang mewakili Peacegen, Srikandi Pasundan diwakili oleh Riri Wirayadi, lalu Risdo dan Fransisca dari Jakatarub atau Jaringan Kerja Antar Umat Beragama, Mas Nursasongko dari komunitas anti bullying, dan kami dari Sekodi Bandung merupakan bagian dari komunitas-komunitas yang peduli akan isu sosial dan hak asasi manusia. Kami bercerita mengenai setiap program yang dijalankan lalu berkehendak untuk saling mendukung satu sama lain.  Atas jasa mitra-mitra strategis Sekodi Bandung maka program kerja kami untuk menyentuh empati teman-teman muda Bandung bisa memberikan dampak dan pengetahuan baru. Kami berharap program kerja kami dapat terus berkelanjutan karena kami sadar teman-teman muda Bandung memiliki potensi besar sebagai agen perubahan sosial. Tentu bermula dari hal kecil hingga yang besar di kemudian hari. Terima kasih, teman-teman Sekodi Bandung bersama mitra-mitra kerja kami. Nantikan program kami di Juli 2019 mendatang. Salam damai.

Sabtu, 08 Juni 2019

Selamat Merayakan Idul Fitri

Keluarga Besar Sekolah Damai Indonesia Bandung mengucapkan selamat merayakan idul fitri mohon maaf lahir batin. Sampai jumpa pada acara halal bihalal ala Sekodi Bandung minggu depan tanggal 15 Juni 2019 pukul 11 siang.

Minggu, 26 Mei 2019

Closing Program of Sekodi Bandung in collaboration with Peacegen

The closing of our collaborating activity between Sekolah Damai Indonesia Bandung or Sekodi Bandung and Peacegen discussed two of our members' writings published together on Pikiran Rakyat on last 22 May 2019, about People Power 2019, for who would that be? by me and Urgency of Political Education in Schools by Jiva Agung. We conducted Indonesian-English translation for the articles by speaking. It was fun actually. Then, we think that this English Day should be continued in following time. See you all in our next programs in June 2019.

Kamis, 23 Mei 2019

Urgensi Pendidikan Politik di Indonesia



Tulisan oleh Jiva Agung, guru agama Islam di SMP Negeri 12 Bandung, anggota Sekolah Damai Indonesia Bandung atau Sekodi Bandung dan YIPC. Tulisan dimuat di Forum Guru, harian umum Pikiran Rakyat tanggal 22 Mei 2019. 

Selasa dini hari (21/05/2019) Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya mengumumkan hasil real count rekapitulasi Pilpres. Dari data tersebut, terpapar bahwa pasangan calon urut nomor satu, Joko Widodo-Ma’ruf Amin menang atas lawannya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dengan perolehan suara sebanyak 85.607.372 atau 55.50%. Jauh mengungguli pasangan calon nomor dua yang hanya memperoleh sebanyak 68.650.239 suara, atau setara dengan 44.50%. Jika tidak ada perubahan, hasil perhitungan ini secara otomatis membuat Jokowi-Ma’ruf akan memimpin Indonesia hingga tahun 2024 nanti. Tetapi, seperti yang diketahui bersama, momentum Pilpres ini telah membuat masyarakat akar rumput begitu terpolarisasi, dengan kefanatikannya terhadap jagoannya masing-masing. Menurut penulis barangkali ini merupakan salah satu dari akibat lemahnya pendidikan politik di Indonesia, baik bagi mereka yang mencalonkan diri maupun si pemilih. Di dunia pendidikan, ilmu tentang kenegaraan dan politik diperkenalkan, sekadar pengantar, di dalam mata pelajaran PKn dan kebanyakan dari kita baru belajar politik secara serius di perguruan tinggi. Padahal masyarakat Indonesia telah memiliki hak suara sejak umur tujuh belas tahun, kira-kira ketika mereka masih berada di bangku kelas dua SMA. Untuk membendung sikap apatis, atau malah sebaliknya (fanatisme yang tidak kritis), sebagaimana yang terlihat dalam fenomena belakangan ini, penulis kira sudah saatnya lembaga pendidikan, khususnya sekolah, memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan politik, baik dari segi keilmuwan maupun keterampilannya. Sebenarnya hampir semua mata pelajaran bisa membelajarkan peserta didik mengenai perpolitikan—yang tidak harus selalu berkenaan dengan politik praktis. Dari segi teoretis misalnya, meski PKn sepertinya masih perlu menjadi pusatnya (core) tetapi aspek moralitas politik bisa ditekankan dari ajaran-ajaran agama. Banyaknya tindakan koruptif, menyelewenangan, KKN, dan semacamnya diduga kuat karena kurangnya penerapan dan pengaktualan moralitas dalam berpolitik sehingga merasa berhak melakukan apa pun demi mencapai tujuan. Atau misalnya dalam soal pemilihan ketua, perlu disadarkan bahwa, dalam realita bangsa Indonesia yang multikultural, kita tidak boleh lagi memilih hanya berdasarkan kecenderungan kesukuan, jenis kelamin, agama, apalagi sekadar wajah, tetapi harus bisa memilih karena murni keahlian yang dimilikinya, karena sungguh sesuatu yang dilakukan bukan oleh ahlinya maka akan menghasilkan kebinasaan dan kemudaratan saja. Jika dalam mata pelajaran PKn dan Agama lebih banyak menanamkan nilai-nilai, maka mata pelajaran lain lebih cocok sebagai pengimplementasiannya yang sebenarnya sangat bisa diselaraskan dengan keterampilan yang perlu dimiliki di era abad ke-21, yakni creativity (kreativitas), critical thinking (pemikiran kritis), collaboration (kerjasama), dan communication (komunikasi). Para guru di bidang ini cukup membuat proses pembelajaran yang bisa memberi rangsangan sehingga siswa dapat bertindak tak lepas dari 4C itu. Melempar suatu kasus atau peristiwa yang sedang aktual dengan membagi mereka menjadi dua buah kubu (pro dan konta) tentu akan sangat efisien untuk membentuk keterampilan ini, karena baik secara langsung maupun tidak mereka sebenarnya sedang melakukan tindakan politis. Bahkan bukan hanya kegiatan pembelajaran di dalam kelas, pendidikan tentang politik dan terapan-terapannya perlu disemarakkan di dalam bentuk kegiatan-kegiatan (event) sekolah di mana para siswa diberi tanggung jawab untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan tersebut sedangkan guru hanya sebagai pemantaunya saja.